Kesehatan Lingkungan

Thursday, May 14, 2020

Antara kebutuhan dan tabu: pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja di SMA

Abstrak Pengetahuan remaja tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi masih rendah, meskipun telah terdapat inisiatif pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi seperti yang ditunjukan oleh berbagai penelitian sebelumnya. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja yang telah dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah pada jenjang SMA. Tulisan ini didasarkan penelitian yang menggunakan metode mixed methods, yaitu kuantitatif yang didukung oleh kualitatif. 
        Metode kuantitatif, yaitu survei dilakukan terhadap 918 siswa dan 128 guru SMA dan didukung oleh diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam di delapan kota di Indonesia. Diskusi kelompok terfokus dilakukan terhadap organisasi masyarakat sipil, forum guru, dan kelompok remaja, sedangkan wawancara mendalam dilakukan terhadap pemerintah daerah, orang tua murid, komite sekolah, dan tokoh agama/masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi tidak sesuai dengan realitas perilaku seksual dan resiko seksual yang dihadapi remaja karena: (1) Pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi yang sudah diberikan pada jenjang SMA lebih menitikberatkan pada aspek biologis semata; (2) Masih adanya anggapan bahwa seksualitas merupakan hal yang tabu untuk diberikan di sekolah; (3) Pendidikan cenderung menekankan pada bahaya dan resiko seks pranikah dari sudut pandang moral dan agama; (4) Pendidikan belum memandang pentingnya aspek relasi gender dan hak remaja dalam kesehatan reproduksi dan seksual remaja. Konstruksi seksualitas remaja dan wacana mengenai pendidikan seksualitas berperan terhadap isi dan metode pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja. 

Add caption





Abstract Between Needs and Taboos: Sexuality and Reproductive Health Education for High School Students. Adolescents' knowledge on sexuality and reproductive health is still limited, although there have been initiatives to provide sexual and reproductive health education as indicated by previous studies. This paper examines reproductive health and sexuality education for adolescents that has been conducted by government and non-government at the high school level. This paper is based on a research using mixed methods of quantitative methods that are supported by qualitative. Quantitative methods are surveys conducted to 918 students and 128 high school teachers and supported by focus group discussions and in-depth interviews in eight cities in Indonesia. Focus group discussions conducted to civil society organizations, teacher forums, and youth groups, while in-depth interviews conducted to local government, parents, school committees, and religious/community leaders. The results show that the reproductive and sexual health education does not match the reality of sexual behavior and sexual risk faced by teenagers because: (1) reproductive health and sexuality education that is given to the high school level is more focused on the biological aspects alone, (2) There is still a notion that sexuality is a taboo to be given at school, (3) the sexuality education tends to emphasize the dangers of premarital sex from the moral and religious point of view, (4) the sexuality education has not looked at the importance of aspects of gender relations and rights of adolescents in adolescent reproductive and sexual health. The construction of adolescent sexuality and the discourse on sexuality education contribute to the content and methods of sexuality and reproductive health education for adolescents.

Wednesday, May 13, 2020

Masalah Kesehatan Jiwa Pada Mahasiswa Kedokteran

Masalah Kesehatan Jiwa Pada Mahasiswa Kedokteran- Profesi dokter merupakan salah satu profesi yang banyak diminati. Hingga kini, terdapat 75 fakultas kedokteran yang tersebar di seluruh Indonesia. Institusi pendidikan kedokteran didirikan untuk menghasilkan sumber daya manusia (dokter) yang berkualitas dan profesional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di bidang kesehatan. Namun, dalam prosesnya ditemukan bahwa banyak hambatan yang ditemui oleh mahasiswa. Untuk menempuh pendidikan kedokteran, mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih banyak. Selain itu, beban materi yang harus dipelajari selama pendidikan baik tingkat preklinik, klinik maupun residen juga dapat menjadi suatu stresor bagi psikologis mahasiswa kedokteran.



 Angka masalah kejiwaan yang tinggi di antara mahasiswa khususnya mahasiswa kedokteran telah dilaporkan pada berbagai penelitian di seluruh dunia. Masalah kejiwaan yang paling banyak ditemukan adalah depresi dan gangguan cemas. Beberapa stresor yang teridentifikasi meliputi terlalu banyak materi dalam waktu yang relatif singkat, ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, beberapa jenis ujian, gangguan pola tidur, dan lingkungan yang kompetitif. Berbagai faktor ikut berpengaruh dalam kondisi ini, antara lain jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, ras, status pernikahan, buruknya pencapaian akademik, tingkat pendidikan orang tua dan hubungan interpersonal.Strategi koping dapat menjadi solusi atas permasalahan ini, seperti meluangkan waktu untuk kehidupan sosial dan pribadi. Selain itu, sebaiknya dibuat suatu pusat konseling mahasiswa di universitas agar masalah kejiwaan yang dialami mahasiswa dapat diintervensi sejak dini. 

Tuesday, May 12, 2020

Kemiskinan , Keluarga dan Prostitusi pada Remaja

Kemiskinan adalah sebuah masalah yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia. Kemiskinan yang terjadi dalam kehidupan manusia tidak terjadi begitu saja, kemiskinan disebabkan baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi individu itu sendiri, dan faktor eksternal misalnya keluarga, lingkungan, pemerintahan, keadaan perekonomian secara umum, dan banyak hal lainnya. Remaja yang berada dalam masa transisi, berusaha mencari jati diri yang sebenarnya dimana jati diri tersebut dapat diperoleh dari lingkungan di sekitarnya. 

Terkadang kondisi lingkungan menuntut remaja untuk menjadi lebih dari kemampuan dalam tugas perkembangan mereka. Kondisi demikian membuat remaja khususnya perempuan berusaha memenuhi tuntutan tersebut. Kondisi keluarga yang miskin, pencarian jati diri dan tuntutan akan lingkungan terkadang membuat remaja menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya yang salah satunya adalah terjun kedalam dunia prostitusi. Pada beberapa kasus, remaja perempuan terjerumus kedalam dunia prostitusi dikarenakan kondisi perekonomian keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan. Tulisan ini didasarkan pada kajian literatur yang berupaya menggali lebih dalam kaitan antara kemiskinan dan keluarga terhadap maraknya kasus prostitusi pada remaja.